Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Eks Gubernur Lampung ARD Diperiksa Kejati Lampung Dugaan Korupsi Dana Migas PT. LEB, Aset Rp 38 Miliar Disita

Foto : Penyitaan Barang Bukti Dugaan Korupsi Mantan Gubernur Lampung ARD (Hdk/FM)

Filsafat Muslim - Pada 4 September 2025, Mantan Gubernur Lampung periode 2019 – 2024, ARD, menjalani pemeriksaan intensif selama lebih dari 10 jam oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung terkait dugaan korupsi pengelolaan dana Participating Interest (PI) 10% senilai USD 17,28 juta (Rp. 271 miliar) pada Wilayah Kerja Offshore South East Sumatera (WK OSES). Pemeriksaan ini merupakan bagian dari penyidikan mendalam terhadap PT Lampung Energi Berjaya (LEB), anak usaha BUMD PT Lampung Jasa Utama (LJU), yang diduga menyelewengkan dana migas yang seharusnya digunakan untuk pembangunan daerah.

Sebelum pemeriksaan, Kejati Lampung telah menggeledah kediaman pribadi ARD di Jalan Sultan Agung, Bandar Lampung, pada Rabu (3/9/2025). Dalam operasi tersebut, penyidik menyita aset senilai Rp38,58 miliar, mencakup 7 unit mobil mewah (Rp3,5 miliar), 645 gram logam mulia (Rp1,29 miliar), uang tunai rupiah dan valuta asing (Rp1,35 miliar), deposito di beberapa bank (Rp4,4 miliar), serta 29 sertifikat tanah (Rp28 miliar). Penyitaan ini diduga terkait akumulasi aset yang berasal dari aliran dana korupsi.

Latar belakang kasus bermula dari regulasi Menteri ESDM No. 37 Tahun 2016 yang memberikan hak PI 10% kepada pemerintah daerah atas wilayah kerja migas. Pemprov Lampung, melalui lobi politik ARD, berhasil memperoleh bagi hasil 50% dari WK OSES yang sebelumnya diklaim DKI Jakarta. Dana tersebut dikelola oleh PT LEB tanpa transparansi, memicu indikasi penyimpangan dalam pencairan dan penggunaannya.

Penyidikan Kejati Lampung telah berjalan sejak Oktober 2024, dengan total penyitaan mencapai Rp. 84,76 miliar dari tiga tahap pemblokiran dana. Sebanyak 40 saksi telah diperiksa, termasuk mantan Bupati Lampung Timur DR dan sejumlah direksi BUMD. Namun, proses hukum terhambat oleh lambatnya penghitungan kerugian negara oleh BPKP Lampung, yang hingga kini belum merampungkan audit setelah dua bulan penantian.

Dampak korupsi ini sangat serius terhadap perekonomian daerah. Laba PT LJU anjlok 90% dari Rp192 miliar (2023) menjadi Rp14 miliar (2024), dan operasional BUMD nyaris lumpuh akibat pembekuan dana. Masyarakat Lampung menanggung kerugian ganda: kehilangan pendapatan daerah dan terhambatnya pembangunan.

Kejati Lampung menegaskan bahwa ARD saat ini berstatus saksi, tetapi penetapan tersangka akan segera diumumkan setelah pendalaman bukti dan koordinasi dengan BPKP selesai. Kasus ini menjadi ujian integritas bagi penegak hukum dan pemerintah daerah dalam memulihkan kerugian negara serta menjamin keadilan bagi masyarakat Lampung. (Hdk/FM)