Menjelajah Bumi sebagai Khalifah: Ketika Pariwisata Berkelanjutan Bertemu Nilai-Nilai Islam
Filsafat Muslim - Pernahkah Anda membayangkan surga dunia yang perlahan kehilangan pesonanya? Pantai yang dulu perawan kini dipenuhi sampah plastik, dan desa adat yang tenang berubah menjadi panggung komersial yang bising. Inilah ironi dari pariwisata modern, sebuah "kekuatan masif" yang bisa membangun sekaligus menghancurkan.
Wacana krusial inilah yang menjadi jantung pembahasan dalam Seminar Keprofesian "Tourism and Sustainable Transformation" yang digelar oleh FTIK Itera pada 26 September lalu. Menghadirkan dua perspektif kuat dari Mochamad Nalendra (CEO Wise Step Consulting) sebagai praktisi industri dan Yuana Yualita dari Dinas Pariwisata Provinsi Lampung sebagai regulator, seminar ini menggugah kita untuk berpikir ulang: untuk apa sebenarnya kita melakukan perjalanan?
Overtourism: Ketika Berkah Berubah Menjadi Musibah
Mochamad Nalendra dengan tajam memaparkan realitas pahit dari fenomena overtourism. Bali, surga dewata kebanggaan kita, kini harus berjuang melawan kemacetan parah, krisis air, dan volume sampah yang dihasilkan wisatawan—bahkan mencapai 3,5 kali lipat lebih banyak dari penduduk lokal.
"Pariwisata memiliki dua sisi mata uang," ungkap Nalendra. "Di satu sisi, ia menciptakan lapangan kerja. Di sisi lain, jika tidak dikelola dengan iman dan ilmu, ia akan merusak sumber dayanya sendiri."
Kasus ini bukanlah hal baru. Barcelona dan Venesia telah lebih dulu "menjerit", di mana penduduk lokal sampai melakukan protes karena merasa terusir dari tanah kelahiran mereka sendiri. Ini adalah bukti nyata bahwa pariwisata yang hanya mengejar angka kunjungan tanpa mempertimbangkan daya dukung lingkungan dan sosial adalah bom waktu.
Panggilan Seorang Khalifah: Pariwisata dalam Timbangan Iman
Di sinilah nilai-nilai Islam menawarkan sebuah kompas yang luhur. Jauh sebelum istilah "sustainable tourism" populer, Al-Qur'an telah meletakkan fondasinya. Manusia diciptakan sebagai khalifah fil ardh (pemimpin dan pemelihara di muka bumi), sebuah amanah agung untuk menjaga, bukan merusak.
Allah SWT berfirman:
"Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya..." (QS. Al-A'raf: 56)
Ayat ini adalah pengingat tegas bahwa setiap tindakan kita, termasuk saat berwisata, akan dimintai pertanggungjawaban. Tadabbur alam (merenungi kebesaran ciptaan Allah) adalah ibadah yang dianjurkan, namun ia harus berjalan selaras dengan prinsip Mizan atau keseimbangan.
Pariwisata berkelanjutan yang dijelaskan oleh Mochamad Nalendra dengan empat pilarnya (manajemen, sosial-ekonomi, budaya, dan lingkungan) secara menakjubkan selaras dengan prinsip ini.
1. Menjaga Lingkungan: Adalah wujud nyata dari amanah kita untuk tidak membuat kerusakan.
2. Memberdayakan Ekonomi Lokal: Sejalan dengan prinsip keadilan sosial dan tolong-menolong dalam Islam.
3. Menghormati Budaya Lokal: Adalah bentuk penghargaan terhadap keragaman ciptaan Allah.
Sinergi untuk Negeri: Aksi Nyata Pemerintah dan Industri
Peran pemerintah, yang diwakili oleh Yuana Yualita, menjadi krusial untuk menerjemahkan nilai-nilai luhur ini menjadi kebijakan nyata. Regulasi mengenai batas kunjungan, pengelolaan sampah terpadu, serta insentif bagi hotel dan agen perjalanan yang menerapkan praktik ramah lingkungan adalah langkah konkret yang harus diambil.
Kolaborasi antara pemikiran strategis industri dan kebijakan afirmatif pemerintah menjadi kunci. Tanpa regulasi yang kuat, industri bisa terjebak dalam eksploitasi. Tanpa inovasi dari industri, kebijakan hanya akan menjadi dokumen tak bernyawa.
Jadilah Wisatawan Bertanggung Jawab, Jadilah Khalifah Sejati
Pada akhirnya, perubahan terbesar dimulai dari diri kita sendiri, para penjelajah. Seminar ini bukan hanya untuk para ahli, tetapi juga panggilan untuk kita semua.
Bagaimana caranya?
1. Niatkan Perjalanan sebagai Ibadah: Luruskan niat untuk tadabbur alam, bukan untuk pamer atau berfoya-foya.
2. Pilih yang Berkah: Dukung usaha lokal. Beli oleh-oleh dari pengrajin setempat, makan di warung milik warga, dan gunakan jasa pemandu lokal. Ini akan memastikan uang kita berputar dan memberdayakan masyarakat.
3. Tinggalkan Kebaikan, Bukan Sampah: Bawa kembali sampahmu atau buang pada tempatnya. Prinsip kebersihan adalah sebagian dari iman.
4. Hormati "Tuan Rumah": Pelajari dan hargai adat serta budaya setempat. Pakaian yang sopan dan tutur kata yang baik adalah cerminan akhlak seorang Muslim.
Setiap langkah kita di bumi adalah ibadah, dan setiap perjalanan adalah kesempatan untuk membuktikan amanah kita sebagai penjaga. Mari transformasikan cara kita berwisata, dari sekadar penikmat menjadi pemelihara, sejalan dengan peran mulia kita sebagai khalifah di muka bumi. (Ugy/FM)