Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Solidaritas Tanpa Batas : Mengukir Sejarah, Membangun Kemanusiaan, dan Peran Mahasiswa dalam Membela Palestina

Foto : Kadiv Divisi Kramad UKM Madani ITERA Deffa Nurmalasari (Ugy/filsafatmuslim.com)

Filsafat Muslim -- Menjelang pelaksanaan Aksi Nyata Lampung Bersama Palestina Jilid III, LDK Madani ITERA menyerukan solidaritas tanpa batas serta menegaskan peran mahasiswa dalam membela Palestina. Deffa Nurmalasari (Kadiv Divisi Kramad UKM Madani, Prodi Desain Komunikasi Visual ITERA 2022) mengatakan bahwa LDK Madani ITERA merupakan organisasi sebagai wadah kreativitas dan kepedulian di Kampus ITERA, “Sebagai mahasiswa Desain Komunikasi Visual (DKV) angkatan 2022 di Institut Teknologi Sumatera (ITERA), saya menemukan ruang berkontribusi melalui Lembaga Dakwah Kampus (LDK) Madani, khususnya di Divisi Kreasi Dakwah Madani (Kramad)”.

“Divisi ini tidak hanya menjadi wadah pengembangan kreativitas di bidang desain grafis dan videografi, tetapi juga sarana untuk membangun branding organisasi yang humanis dan progresif. Melalui konten media sosial, kami memperkenalkan nilai – nilai Madani yaitu kekeluargaan, kepekaan sosial, dan semangat berdakwah secara kreatif. Namun, dibalik kerja kreatif tersebut, ada misi yang lebih besar: mengedukasi masyarakat tentang isu kemanusiaan global, terutama konflik Palestina – Israel”, lanjutnya.

Mengapa Palestina? Jejak Sejarah yang Menautkan Indonesia dan Tanah Para Nabi

  1. Deffa mengungkapkan bahwa jejak ulama Palestina dalam penyebaran Islam di nusantara, hubungan Indonesia – Palestina bukanlah hal baru. “Sejak abad ke-15, para ulama dari Palestina turut membawa cahaya Islam ke Nusantara. Bahkan, Sunan Kudus salah satu Wali Songo membangun Masjid Al – Aqsa Kudus sebagai replika Masjid Al – Aqsa di Palestina. Ini adalah bentuk penghormatan sekaligus pengingat akan akar sejarah yang menyatukan kedua bangsa”, ungkapnya.
  2. Palestina merupakan negara pertama yang mengakui kemerdekaan Indonesia, pada 6 September 1944, saat Indonesia masih berjuang melawan kolonialisme, Palestina menjadi negara pertama yang mengakui kemerdekaan Indonesia secara de facto. Dukungan ini disiarkan melalui siaran radio dari Jerman, di tengah kondisi Palestina sendiri yang sedang dijajah Inggris. “Mereka sedang terluka, tetapi tetap memilih untuk berdiri bersama kita. Kini, saatnya kita membalas dukungan itu,” tegas Deffa.
  3. Ikatan spiritual umat Islam, bagi umat Islam, Palestina bukan sekadar negara. Ia adalah tanah para nabi, tempat Isra Mi’raj Nabi Muhammad SAW, dan kiblat pertama umat Islam. Menjaga Al – Aqsa adalah kewajiban imani. Namun, persoalan Palestina juga melampaui batas agama. Ini tentang kemanusiaan, keadilan, dan perlawanan terhadap penjajahan.

Realita Palestina Hari Ini: Darah, Air Mata, dan Perlawanan

Deffa juga mengatakan bahwa lebih dari 70 tahun pendudukan Israel, rakyat Palestina hidup dalam tekanan sistematis, antara lain :

  1. Pembatasan Akses Air dan Listrik: 85% air di Tepi Barat dikontrol Israel, sementara warga Gaza hanya mendapat listrik 4-6 jam/hari.
  2. Pemukiman Ilegal: Lebih dari 700.000 warga Israel menempati permukiman ilegal di wilayah Palestina, merampas tanah dan rumah warga lokal.
  3. Kekerasan terhadap Anak-anak: Menurut UNICEF, 2.000 anak Palestina tewas dalam konflik 2000–2020.

“Ketika kita makan tiga kali sehari, mereka berjuang untuk sesuap roti. Ketika kita tidur nyenyak, mereka waspada akan serangan bom. Ini bukan hanya tanggung jawab muslim, tetapi semua manusia yang masih memiliki nurani,” ujar Deffa.

Bentuk Dukungan Nyata: Dari Kampus ke Global

Beberapa bentuk dukungan nyata oleh Deffa yang dapat dilakukan Kampus kepada Global, yaitu :

  1. Melakukan boikot produk pendukung Israel, boikot adalah senjata ekonomi yang ampuh. Setiap pembelian produk pro – Israel secara tidak langsung mendanai militer mereka. Beralihlah ke produk lokal atau merek netral. Sebagai contoh dengan menggantikan Starbucks dengan kopi UMKM lokal dan menghindari merk sepatu Puma atau HP yang mendukung pemukiman ilegal Israel.
  2. Kampanye digital dengan menggunakan suara mahasiswa di media sosial, misalnya konten edukatif mengenai infografis sejarah Palestina, video dokumenter, atau thread Twitter berisi fakta-fakta kritis. Selin itu masifkan penggunaan tagar viral seperti #SavePalestine, #FreePalestine, atau #BoycottIsrael. Kemudian juga dapat melakukan kolaborasi dengan Influencer dengan mengajak publik figur untuk meningkatkan kesadaran.
  3. Penggalangan dana dan relawan, UKM Madani kerap berkolaborasi dengan lembaga kemanusiaan seperti Aksi Cepat Tanggap (ACT) atau Palestina Center untuk mengirimkan donasi. “Sedekah Rp. 10.000 saja bisa memberi makan keluarga Palestina selama sehari. Bayangkan jika seluruh mahasiswa ITERA bergerak bersama!” seru Deffa.
  4. Doa dan advokasi politik, doa adalah senjata orang beriman. Namun, kita juga perlu mendorong pemerintah untuk mengecam agresi Israel di Forum Internasional seperti PBB dan OKI, menghentikan impor senjata dari negara pendukung Israel dan memperkuat diplomasi dengan negara – negara pendukung Palestina.

Mengapa Diam Bukan Pilihan?

Hingga saat ini banyak yang bertanya, “Ngapain peduli Palestina? Urusi saja masalah dalam negeri!” Deffa menjawab tegas:

  1. Kemanusiaan Universal: Jika kita berduka untuk korban perang Ukraina, mengapa Palestina diabaikan?
  2. Konsistensi Sejarah: Palestina mendukung Indonesia merdeka di saat mereka sendiri terjajah.
  3. Tanggung Jawab Moral: Al-Qur’an tegas menyatakan, “Barangsiapa membunuh satu nyawa, seolah ia membunuh seluruh manusia.” (QS. Al-Maidah: 32).

“Bayangkan kelak di akhirat, Allah bertanya, ‘Apa yang kau lakukan saat saudaramu di Palestina dibantai?’ Apakah jawaban kita hanya diam?” ujarnya.

Pesan untuk Pemerintah dan Masyarakat

  1. Untuk pemerintah, perlunya menegakkan mandat konstitusi yaitu “...ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.” (Pembukaan UUD 1945) dan membuka jalur diplomatik untuk pengiriman bantuan kemanusiaan.
  2. Untuk masyarakat, perlunya meninggalkan sikap individualis karena peduli pada sesama adalah ciri bangsa beradab. Jangan terjebak hoaks. Verifikasi informasi sebelum menyebarkan.
  3. Untuk mahasiswa, jadikan kampus sebagai pusat gerakan intelektual yang pro – kemanusiaan dan gunakan kreativitas untuk dakwah dan advokasi.

Dari ITERA untuk Palestina

“Sebagai mahasiswa, kita mungkin tidak bisa mengangkat senjata. Namun, kita punya pena, suara, dan semangat untuk jadi pembela kebenaran. Setiap desain yang kita buat, setiap konten yang kita sebarkan, bisa menjadi amunisi untuk membuka mata dunia. Palestina bukan milik mereka yang berteriak di jalanan, tetapi milik semua yang masih memiliki hati,” pungkas Deffa.

“Bumi mungkin diam, tetapi sejarah akan mencatat: Indonesia tidak pernah tinggal diam.” Tutupnya. (Ugy/FM)