Belvana Fasya Saad: Aktivis Perempuan HMI yang Menulis dan Melawan Ketidakadilan
![]() |
Foto : Belvana Fasya Saad, mantan Ketua HMI Komisariat UIN Siber Syekh Nurjati Cirebon (Ugy/filsafatmuslim.com) |
Filsafat Muslim - Di tengah dominasi maskulin dalam organisasi kemahasiswaan, seorang mahasiswi muda dari Cirebon mencatatkan jejak kepemimpinan yang tidak biasa. Dialah Belvana Fasya Saad, mantan Ketua HMI Komisariat UIN Siber Syekh Nurjati Cirebon, sosok aktivis perempuan yang tak hanya berani memimpin, tetapi juga aktif menyuarakan keadilan di ruang publik, sembari tetap menjaga prestasi akademiknya.
Pemimpin Perempuan di Tengah Dominasi Laki-Laki
Terpilihnya Belvana sebagai Ketua HMI di komisariat yang sebagian besar diisi oleh kader laki-laki menjadi tonggak penting bagi pengarusutamaan kepemimpinan perempuan di lingkungan organisasi Islam progresif tersebut. Keberanian dan ketegasannya dalam memimpin membuktikan bahwa ruang perjuangan tak mengenal batas gender.
"Menjadi perempuan bukan penghalang untuk memimpin dan bersuara. Justru itulah tantangannya," ujar Belvana dalam salah satu diskusi publik yang digagas komisariatnya.
Jejak Pendidikan dan Kecintaan pada Tulisan
Belvana mengawali pendidikannya di lingkungan pesantren di Tasikmalaya, yang dikenal disiplin dan konservatif. Namun, justru di sanalah ia menemukan bakat dan kecintaannya terhadap dunia literasi. Salah satu kisah yang menarik terjadi saat ia menulis sebuah naskah novel tebal saat mondok, namun oleh pengasuh pondok dicurigai sebagai surat cinta—sebuah hal yang tabu di lingkungan pesantren.
“Mereka kira saya menulis surat cinta, padahal itu draf novel. Saat itu saya belajar bahwa menulis pun bisa disalahpahami,” kisah Belvana sambil tertawa.
Kini, ia masih aktif menulis dan bahkan telah menerbitkan buku bersama beberapa rekannya. Menulis baginya bukan hanya kegiatan personal, tapi bentuk perlawanan terhadap ketidakadilan yang ia saksikan sehari-hari.
Aktivis Jalanan dan Mahasiswa Berprestasi
Di tengah kesibukan kuliah di jurusan Hukum Tata Negara, Belvana tetap aktif turun ke jalan dalam berbagai aksi demonstrasi. Ia kerap berdiri di barisan depan, membawa poster dan menyuarakan orasi tentang ketimpangan sosial, demokrasi, dan hak-hak masyarakat kecil.
Meski aktif di lapangan, Belvana tak mengabaikan akademiknya. Ia dikenal sebagai mahasiswa dengan IPK yang cukup tinggi, dan kini sedang menyelesaikan skripsi. Baginya, aktivisme dan akademik bukan dua hal yang harus dikorbankan salah satunya—keduanya justru saling menguatkan.
Membuka Jalan Bagi Perempuan Lain
Keberhasilan Belvana memimpin dan tetap produktif menulis menjadikannya inspirasi di kalangan mahasiswa, terutama kader-kader perempuan HMI. Ia membuktikan bahwa ruang-ruang strategis dan intelektual bisa ditembus perempuan tanpa kehilangan identitasnya.
“Menulis dan bergerak di jalan adalah cara saya berkontribusi. Saya ingin suara perempuan tidak hanya terdengar, tapi juga diperhitungkan,” tegasnya.
Belvana Fasya Saad adalah representasi dari generasi muda yang tidak hanya kritis, tapi juga konsisten. Ia melangkah di antara dua dunia—kampus dan jalanan, pena dan pengeras suara—dan menjadikan keduanya sebagai alat perjuangan. Sosoknya mengingatkan kita bahwa perubahan sering kali dimulai dari keberanian seorang perempuan untuk menyuarakan kebenaran. (Ugy/FM)