Lantai Bekas Ompol Kering, Masih Najiskah? Panduan Lengkap Fikih Thaharah Sehari-hari
Filsafat Muslim - Pernahkah Anda mendapati lantai keramik yang kemarin terkena air kencing si kecil, namun hari ini sudah kering tak berbekas? Tak ada warna, tak ada bau, bahkan terlihat mengkilap seperti sedia kala. Anda yakin area itu najis, tapi wujudnya sudah lenyap. Bagaimana cara menyucikannya? Apakah harus diguyur dengan air seember penuh?
Dalam fikih Islam, persoalan kebersihan (thaharah) diatur dengan sangat detail namun juga praktis, bertujuan untuk memudahkan, bukan menyulitkan. Mari kita bedah konsep najis yang sering kita temui di rumah: Najis 'Ainiyah dan Najis Hukmiyah.
Membedakan Dua Jenis Najis: 'Ainiyah vs. Hukmiyah
Untuk menyucikan sesuatu dengan benar, langkah pertama adalah mengenali jenis najisnya. Secara garis besar, najis terbagi menjadi dua kategori utama berdasarkan wujudnya.
1. Najis 'Ainiyah: Yang Terlihat oleh Mata
Secara sederhana, Najis 'Ainiyah adalah najis yang wujudnya masih ada. Namanya berasal dari kata 'ain yang berarti "zat" atau "wujud". Ciri-cirinya bisa dikenali oleh salah satu dari tiga indra:
• Terlihat oleh mata (ada warnanya).
• Tercium oleh hidung (ada baunya).
• Terasakan oleh lidah (ada rasanya).
Tentu saja, mencium apalagi merasakan najis sangat tidak dianjurkan. Ini hanyalah kaidah untuk mengidentifikasi.
Contoh: Kotoran ayam yang masih basah di teras, tumpahan darah, atau kotoran bayi yang terlihat jelas di lantai. Semua ini adalah Najis 'Ainiyah karena zat dan sifatnya masih melekat.
2. Najis Hukmiyah: Yang Tinggal "Hukum"-nya Saja
Inilah jawaban untuk kasus lantai bekas ompol yang sudah kering. Najis Hukmiyah adalah najis yang zat, warna, bau, dan rasanya sudah hilang, namun status kenajisannya (hukumnya) masih melekat. Kita yakin tempat itu pernah terkena najis, tetapi secara fisik sudah tidak ada buktinya.
Contoh: Lantai keramik yang terkena air kencing jernih dan kini sudah mengering sempurna. Secara kasat mata, lantai itu bersih. Namun, karena kita tahu pasti ia belum disucikan, maka hukumnya tetap najis.
Cara Praktis Mensucikan Najis: Hemat Air, Hemat Tenaga
Memahami perbedaan di atas adalah kunci untuk proses bersuci yang efisien. Islam tidak ingin memberatkan umatnya, terutama para ibu yang sehari-hari berjibaku dengan urusan rumah tangga.
Menyucikan Najis Hukmiyah (Cara Paling Mudah)
Ini adalah bagian termudah. Karena wujud najisnya sudah tidak ada, Anda tidak perlu repot.
Caranya adalah cukup dengan mengalirkan (mengguyur) air yang suci dan mensucikan ke seluruh area yang diyakini terkena najis hingga merata.
Perhatikan poin-poin penting berikut:
• Mengguyur, Bukan Memercik: Air harus dialirkan, bukan sekadar dipercikkan.
• Tak Perlu Satu Ember: Cukup gunakan air secukupnya, bahkan setengah gelas pun bisa, asalkan air tersebut bisa diratakan ke seluruh area najis. Misalnya, untuk satu ubin keramik, Anda bisa menuang segelas air lalu meratakannya dengan tangan.
• Satu Kali Cukup: Tidak ada syarat harus tiga kali siraman. Sekali guyuran yang merata sudah cukup untuk mengangkat status najis hukmiyah.
Setelah air merata, area tersebut langsung menjadi suci. Air yang menggenang itu pun suci, sehingga jika terinjak tidak akan menularkan najis. Sangat mudah, bukan?
Menyucikan Najis 'Ainiyah (Strategi Cerdas)
Bagaimana jika najisnya masih berwujud, seperti kotoran ayam yang menempel di lantai? Jika Anda langsung mengguyurnya dengan air, kotoran itu justru akan menyebar dan memperluas area najis. Tentu ini akan membuat pekerjaan lebih boros air dan tenaga.
Strategi yang paling efektif adalah:
1. Ubah Dulu Menjadi Najis Hukmiyah. Hilangkan wujud najisnya ('ain-nya) terlebih dahulu. Anda bisa menggunakan tisu, kain, atau alat lainnya untuk membersihkan kotoran tersebut sampai bersih.
Penting: Alat pembersih (tisu/kain) yang Anda gunakan menjadi najis. Jika Anda menggunakan kain basah, sisa basah di lantai pun masih berstatus najis.
Setelah dibersihkan, biarkan area tersebut sampai kering sempurna hingga tidak ada lagi sisa warna, bau, atau rasa. Anda bisa mengelapnya dengan tisu kering atau mengipasinya agar cepat kering.
2. Sucikan Seperti Najis Hukmiyah. Setelah area tersebut kering dan wujud najisnya hilang, ia telah berubah menjadi Najis Hukmiyah. Sekarang, Anda tinggal melakukan langkah mudah seperti di atas: guyur area tersebut dengan air secukupnya hingga merata.
Dengan cara ini, Anda tidak akan menyebarkan najis ke mana-mana dan proses bersuci menjadi jauh lebih hemat dan efisien.
Catatan Penting Agar Tak Salah Paham
• Najis Kering Tidak Berpindah: Sebuah kaidah penting yang perlu diingat adalah, "Sesuatu yang najis jika dalam keadaan kering tidak akan berpindah ke benda lain yang kering juga." Artinya, jika Anda tidak sengaja menginjak kotoran ayam yang sudah kering kerontang dengan kaki Anda yang juga kering, maka najisnya tidak akan berpindah ke kaki Anda.
• Tidak Harus Tiga Kali: Keyakinan bahwa mencuci harus selalu tiga kali adalah kesalahpahaman. Untuk najis mutawasitah (sedang), cukup satu kali guyuran yang menghilangkan sifat-sifat najisnya.
• Mencuci di Ember Tak Perlu Penuh: Saat mencuci pakaian yang terkena najis di ember, Anda tidak harus mengisi ember sampai penuh dan meluap-luap. Cukup pastikan air yang Anda masukkan sudah merendam seluruh bagian pakaian yang najis, lalu Anda kucek sebentar dan angkat. Pakaian itu sudah suci.
Memahami ilmu fikih thaharah ini membuat ibadah dan kehidupan sehari-hari menjadi lebih ringan dan bebas dari was-was. Islam adalah agama yang mudah, dan aturannya hadir sebagai solusi, bukan beban. (Ugy/FM)