Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Gen Z Bersuara di Lampung, Sistem Berbenah: Gagasan Andovi da Lopez di Era Informasi Terbuka

Foto : Andovi da Lopez Mengisi Seminar di Kampus Unila (Ugy/filsafatmuslim.com)

Filsafat Muslim - Seminar Unila pada 17 September 2025 menampilkan kreator dan komunikator publik Andovi da Lopez. Dimana Andovi menyoroti bagaimana generasi Z memaknai kesadaran serta keberanian bersuara di tengah arus informasi yang melimpah. Ia menolak anggapan bahwa Gen Z hanyalah “vokal minoritas”. Menurutnya, justru Gen Z telah menjadi mayoritas yang menentukan arah percakapan publik, sekaligus segmen kunci dalam dinamika sosial dan politik beberapa tahun terakhir.

Kesadaran yang Berbeda, Spektrum Isu yang Lebih Luas

Andovi menggambarkan perbedaan paling menonjol Gen Z dibanding generasi sebelumnya: level kepekaan terhadap isu-isu sosial, politik, lingkungan, hingga kesetaraan gender. Keterpaparan sejak dini pada informasi membuat ponsel di tangan bukan sekadar alat hiburan, melainkan jendela kesadaran. Namun, di balik itu ada pekerjaan rumah besar: menyaring informasi, mengenali disinformasi-hoaks, dan memastikan keaslian konten termasuk membedakan mana yang dibuat manusia dan mana yang berbasis AI.

Viral Boleh, Perubahan Struktural Wajib

Dalam pandangan Andovi, viral memang dapat menjadi bentuk people power masa kini. Tetapi sorotan utamanya bukan pada kehebohan jangka pendek, melainkan pembenahan mekanisme checks and balances serta penegakan hukum. Singkatnya, energi publik perlu ditambatkan pada perubahan institusional: sistem yang transparan, akuntabel, dan berpihak pada keadilan.

Dari 2024 Menuju 2029: Pemilih Baru, Panggung Baru

Andovi menilai pengalaman Pemilu 2024 menunjukkan bahwa suara Gen Z tak bisa dipinggirkan. Konten kandidat yang mengalir deras di platform anak muda adalah bukti logisnya. Menatap 2029, kehadiran Gen Z dan Gen Alpha kian dominan sebagai pemilih baru. Ini bukan sekadar persoalan “siapa paling ramai di media sosial”, melainkan siapa paling mampu mengonversi atensi menjadi literasi, dan literasi menjadi aksi.

Berani Bersuara: Banyak Jalan, Banyak Peran

Keberanian, kata Andovi, tak tunggal bentuknya. Tak semua orang harus turun ke jalan atau bicara lantang di depan kamera. Ada yang mendidik teman, mengurus logistik, menulis puisi, berkarya seni, atau merawat budaya lokal. Setiap peran sah selama diarahkan pada kemaslahatan. Kuncinya: siapkan diri—riset sebelum berkomentar, pahami konteks, latih keterampilan berbicara agar pesan tepat sasaran, dan hindari kepanikan yang melahirkan kekeliruan.

Menjaga Etika Digital, Merawat Nilai Islam

Poin-poin Andovi berkaitan dengan prinsip-prinsip keislaman dalam bermedia dan bernegara :

1. Tabayyun (klarifikasi informasi): Al-Qur’an menegaskan pentingnya memverifikasi berita sebelum menyebarkannya. Di era forward dan share, tabayyun adalah pagar pertama melawan fitnah digital.

2. Hikmah dan adab berdialog: Menyampaikan kebaikan dengan kebijaksanaan dan tutur yang baik lebih berpeluang mengubah hati daripada caci maki yang viral sesaat.

3. ‘Adl (keadilan) dan amanah (tanggung jawab): Mendorong checks and balances dan tegaknya hukum adalah bagian dari menunaikan amanah sosial—agar sistem berpihak pada keadilan, bukan sekadar pada keramaian.

4. Amar ma’ruf nahi munkar dengan kemampuan masing-masing: Tidak semua punya panggung yang sama, tetapi setiap kontribusi—sekecil apa pun—bernilai bila diarahkan untuk kemaslahatan umat.

Dengan tabayyun, hikmah, keadilan, dan amanah sebagai fondasi, suara Gen Z bukan hanya terdengar lebih nyaring, tetapi juga lebih benar arah dan lebih kuat dampaknya—bukan sekadar viral, melainkan membawa perubahan yang berkelanjutan dan bernilai ibadah (Ugy/FM)