Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Menyambut Hari Tani Nasional 2025 Dan Ketimpangan Prespektif Hesiodos: Petani Sebagai Jalan Kebijaksanaan Yang Terkubur Krisis Agraria Indonesia

 
Foto : Dokumentasi Jajaran Forkopimda Lampung Bertani (Hdk/filsafatmuslim.com)

Filsafat Muslim - Dalam karya klasik “Puisi Kerja dan Hari” (Erga kai Hemerai), filsuf Yunani kuno Hesiodos menempatkan kerja para petani sebagai jalan suci menuju kebijaksanaan dan keadilan. “Bagi mereka yang bersedia bekerja keras, tanah akan memberikan keadilan,” tulisnya sekitar 700 SM. Namun, sembilan abad kemudian, filosofi agraris ini justru berbanding terbalik dengan realita petani Indonesia yang masih terbelenggu dalam kesengsaraan sistematis.

Persiapan Hari Tani Nasional 24 September besok menguak ironi mendalam. Hesiodos menggambarkan kerja agraris sebagai bentuk pengabdian kepada dewa-dewa keadilan (Dike), dimana setiap jeringat petani di ladang adalah investasi moral bagi peradaban. Sayangnya, di Indonesia modern, investasi moral ini justru dibalas dengan sistem yang meminggirkan. Data terbaru menunjukkan 16 juta rumah tangga petani menguasai lahan di bawah 0,5 hektare, sementara konsentrasi kepemilikan tanah masih didominasi segelintir elit.

Di Lampung, pusat penghasil singkong terbesar nasional, petani menghadapi praktik rafaksi (potongan harga) mencapai 40-50% yang membuat pendapatan mereka jatuh di bawah upah minimum. Sementara itu, kasus mafia tanah dan korupsi perizinan perkebunan semakin menggerus kedaulatan petani kecil.

Adapun 7 tuntutan para demonstran antara lain :

1. Laksanaka Reforma Agraria Sejati

2. Tolak Satgas PKH

3. Bentuk Dewan Pelaksana Reforma Agraria

4. Usut Korupsi dan Mafia Tanah di Lampung

5. Hentikan Penggusuran Tanah Rakyat

6. Audit Aset Kepemilikan Tanah Pempro Lampung

7. Audit Pemberian Ijin Usaha Untuk Perkebunan

Menyikapi kondisi ini, berbagai organisasi petani menyiapkan aksi besar dengan tujuh tuntutan mendesak: pelaksanaan reforma agraria sejati, penolakan terhadap Satgas PKH yang dianggap represif, pembentukan Dewan Pelaksana Reforma Agraria, pengusutan korupsi dan mafia tanah di Lampung, penghentian penggusuran tanah rakyat, serta audit menyeluruh terhadap aset kepemilikan tanah pemprov Lampung dan pemberian izin usaha perkebunan.

Sejarawan agraria Dr. Ahmad Arif mengingatkan, “Hesiodos sudah memperingatkan tentang bahaya ketika keadilan agrarianis dikhianati. Krisis yang kita hadapi hari ini adalah bukti bahwa Indonesia perlu kembali kepada filosofi dasar bahwa petani adalah pilar peradaban.”

Saat Indonesia memperingati Hari Tani Nasional, refleksi filsafat Hesiodos mengingatkan kita bahwa jalan menuju kebijaksanaan bangsa harus dimulai dari pengakuan terhadap martabat petani sebagai penjaga keadilan agrarianis yang sesungguhnya.

Hari Tani Nasional 2025 bukan sekadar ritual, tetapi momentum mengaktualisasikan pemikiran Hesiod tentang keadilan agraria. Tuntutan petani Indonesia beresonansi dengan perjuangan filsuf Yunani kuno: melawan keserakahan elit, menuntut redistribusi lahan, dan membangun sistem yang berkeadilan. Jika pemerintah tidak merespons, ketimpangan akan memicu destabilisasi sosial seperti peringatan Hesiod: “Ketika keadilan dilanggar, kemarahan rakyat adalah badai yang tak terhindarkan.” (HDK/FM)