Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Islam Mewajibkan Kesatuan di Dalam Kepemimpinan


Filsafat Muslim -- Dakwah Bandar Lampung menggelar acara “Kajian Malam Sabtu (Klasa), Bedah Kitab 60 Hadits Sulthoniyah” yang bertajuk “Wajibnya Pemimpin Tunggal Bagi Kaum Muslimin” dilaksanakan secara live di tiga ruang berbeda yaitu zoom meeting, youtube, dan di studio Dakwah Bandar Lampung Channel juga hadir peserta dengan standar prokes pada pukul 20.30 – Bandar Lampung, Jum’at (01/01/2021).

“Jika dibai’at dua orang Khalifah, maka bunuhlah yang terakhir dari keduanya“, kata Kyai Bustomi Aljawy yang mengutip HR. Muslim no. 3444.

Di tengah-tengah iklim penguasa negeri ini yang menginginkan kajian Islam harus “sejuk“ justru pemikiran dibuat panas saat kajian ini baru saja dimulai sehingga para peserta zoom meeting sangat antusias ingin berdiskusi lebih lanjut dengan Kyai pengasuh MT Annahdlah Bandar Lampung ini.

“Ada pemimpin di negeri ini yang katanya mirip Khalifah Abu Bakar, Umar, Usman, dan Ali, berarti dia wajib dibunuh karena ada banyak pemimpin negeri kaum muslimin sebelum dia, jika dia Khalifah,” ujar beliau yang disambut senyuman penuh arti dari para peserta di studio maupun di zoom meeting.

Kemudian dari salah satu peserta zoom ada yang bertanya bertanya mengenai bagaimana jika ada jama’ah yang sudah membaiat khalifah ?

Kyai Bustomi pun menjawab pertanyaan tersebut yang mengatakan bahwa jika dia Khalifah sedangkan ada lebih dari satu jama’ah yang sudah membai’at khalifah, berarti harus dibunuh, pertanyaannya apakah benar mereka semua itu para pemimpin suatu jama’ah dan pemimpin negeri ini disebut dengan Khalifah ?

“The Real Khalifah yang dimaksud hadits yang saya sebutkan tadi, bukan khalifah-khalifahan,” tegas beliau.

Kemudian beliau menjelaskan bahwa negara yang berasaskan akidah Islam, pemimpinnya disebut dengan Khalifah.

“Pemimpin negara yang asas negaranya sekuler, ya tidak bisa disebut Khalifah walaupun mau dipermak seperti apapun pemimpin tersebut bukan yang dimaksud hadits tersebut, jadi tidak perlu dibunuh,” pungkas beliau yang disambut acungan jempol dari penanya.
Lebih lanjut beliau mengutip HR Muslim No. 6532 untuk mempertegas tentang akidah Islam itu adalah landasan negara.

“Diriwayatkan dari Junadah bin Abi Umayyah yang mengatakan Kami pernah mendatangi Ubaidah bin Shamit yang waktu itu sedang sakit. Kami berkata, ‘Semoga Allah memperbaiki keadaanmu, beritahukanlah kepada kami sebuah hadist, yang dengannya Allah memberimu manfaat yang engkau dengar dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam! ‘ Ia berkata; ‘Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengajak kami dan kamipun membai’at beliau.’ Kemudian berkata, kami membai’at beliau untuk mendengar dan menaatinya, baik dalam keadaan yang kami senangi maupun kami benci, baik dalam keadaan yang sulit maupun keadaan yang mudah, dan tidak mementingkan urusan kami, juga agar kami tidak merebut kekuasaan dari yang berhak kecuali jika kalian melihat kekufuran yang nyata, yang dapat dibuktikan berdasarkan keterangan dari Allah ta’ala,“ papar beliau.

Kemudian beliau menjelaskan bahwa tidak boleh menjadikan sesuatu apapun itu baik pemikiran atau ideologi selain akidah Islam sebagai dasar negara karena hadits tersebut menjelaskan bahwa penyimpangan terhadap akidah Islam sebagai dasar bagi umat untuk melawan sehingga penguasa tidak boleh menerapkan hukum yang tidak bersumber dari akidah Islam.

“Jangan gegabah, yang dimaksud hadits-hadits tadi adalah The real Khalifah yang menjalankan hukum Allah dalam berkuasa, jika ada penyimpangan terhadap akidah dalam menjalankan negara umat harus melawan, jika ada dua khalifah yang di baiat harus dibunuh, tapi yang yang membunuh jelas utusan Khalifah yang sah, bukan asal sweeping saja. Apalagi asal sweeping di negara yang yang tidak berhukum pada hukum Allah, duh” pungkas beliau yang kemudian Cak Ryan selaku host menutup acara KLASA dengan doa kifaratul majelis.