Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Bayangkan Jejak dan Warna Partai Murba dalam Sejarah Politik Indonesia

Foto : Ilustrai kisah Partai Murba (Ugy/filsafatmuslim.com)

Fisalfat Muslim - Kisah Partai Musyawarah Rakyat Banyak (Murba) ibarat episod mengkilap yang sempat mencuri perhatian di tengah panggung politik awal kemerdekaan. Dari lahirnya sebagai wadah ide Tan Malaka hingga pembekuan, rehabilitasi, dan akhirnya pencabutan status, Murba menghadirkan dinamikanya sendiri yang tak boleh dilupakan.

1. Lahirnya Murba: Sintesis Sosialisme ala Tan Malaka

7 November 1948: Tan Malaka bersama Chaerul Saleh, Sukarni, dan Adam Malik mendirikan Partai Murba.

Ide Dasar: Meramu paham sosialisme—melawan fasisme, imperialisme, dan kapitalisme—dengan sentuhan lokal.

Tan Malaka: Sosok pemikir di balik konsensus partai, meski secara “resmi” ia tak memegang jabatan ketua. Tragisnya, hanya tiga bulan kemudian ia dieksekusi—menjadi tumbal revolusi pada 21 Februari 1949—namun inspirasinya terus membara di kalangan kader muda.

2. Murba di Panggung Pemilu: Harapan dan Realita

Pemilu 1955: Murba meraih 2 kursi dari 257—jauh dari ambisi.

Kompetisi dengan PKI: Kubu kiri yang satu ini justru jadi rival utama Partai Komunis Indonesia, hingga menciptakan ketegangan tajam pada awal dekade ’60-an.

3. Strategi Jegal PKI: BPS dan Jatuhnya Murba

Merasa terpojok oleh kebangkitan PKI, Murba menggandeng militer dan kelompok lain, membentuk Badan Pendukung Soekarnoisme (BPS). Namun, inisiatif ini justru menimbulkan ketidaksukaan Presiden Soekarno. Pada September 1965, Soekarno membekukan Murba dengan tuduhan—antara lain—menerima dana USD 100 juta dari CIA untuk “menggulingkan Sang Proklamator.” Bukti utamanya kabur, karena pengaruh Murba di lapangan dianggap minimal.

4. Rehabilitasi dan Tenggelamnya Murba

17 Oktober 1966: Dalam peralihan kekuasaan menuju Orde Baru, Soekarno mencabut pembekuan Murba.

Era Soeharto: Adam Malik, meski jadi Menteri Luar Negeri dan Wakil Presiden, tak mampu mengembalikan kejayaan partai.

Pemilu 1971: Hanya 0,09 % suara—murah sekali untuk ekspektasi.

1973: Murba bergabung ke dalam Partai Demokrasi Indonesia (PDI), bersama PNI, IPKI, Parkindo, dan Partai Katolik, dan secara resmi lenyap sebagai entitas politik independen.

5. Sempat Pulih, Lalu Menghilang

Pasca-Reformasi, nama “Murba” sempat dihidupkan kembali pada Pemilu 1999 dan 2009. Namun, tanpa basis ideologis yang jelas dan beban stigma “kiri,” partai ini kembali sulit bersaing dan akhirnya menghilang, seolah menjadi echo kecil dalam buku besar politik nasional.

6. Warisan Penting di Balik Keberadaan Singkatnya

Meski terkesan “penggembira,” keberadaan Murba sarat makna:

Eksperimen Demokrasi Awal: Menunjukkan pluralitas wacana kiri-nonkomunis.

Determinasi Politik: Menjadi pion bagi manuver anti-PKI di tahun-tahun genting.

Kader Muda Berbakat: Adam Malik dan Chaerul Saleh, kelak menjadi tokoh penting di masa Orde Baru dan Reformasi.

Kesimpulan

Partai Murba adalah fragmen sejarah yang memperlihatkan “warna kelabu” perjuangan politik pasca-kemerdekaan: idealisme sosialisme, konflik antarkubu kiri, hingga realpolitik yang menuntut kelincahan bertahan. Meskipun kini namanya tenggelam, jejak gagasan Tan Malaka dan para pendirinya tetap memberi pelajaran—bahwa tiap ide, sekecil apa pun, pernah berperan membentuk perjalanan bangsa. (Ugy/FM)