Mewujudkan Pemimpin Cerdas Menuju Indonesia Emas 2045: Refleksi dari Lampung Leadership Forum 2025
Filsafat Muslim -- Suasana semangat dan kolaborasi menyelimuti Perpustakaan Daerah Lampung. Dipimpin oleh Imam Mahesa selaku Ketua Pelaksana, Lampung Leadership Forum 2025 di Kota Bandar Lampung (03/05/2025) yang resmi dibuka dengan tema “Mewujudkan Pemimpin Cerdas Menuju Indonesia Emas 2045”. Acara ini dihadiri 60 peserta dari berbagai elemen mahasiswa Lampung, serta menghadirkan dua narasumber inspiratif yaitu Fidhea Pinarring Gusti, Duta Bahasa Lampung 2024 dan Slamet Riyadi, S.IP., M.IP., praktisi kepemimpinan dan Koordinator Wilayah PKH Provinsi Lampung. Acara diawali sambutan Ketua Yayasan Lampung Leadership, pembacaan doa, dan penyampaian materi yang sarat dengan strategi membangun kepemimpinan berbasis identitas, integritas, dan personal branding.
Slamet Riyadi memaparkan terkait kepemimpinan berintegritas dan personal branding visioner. Sebagai materi pembuka belajar dari para pendiri bangsa dengan kisah kepemimpinan empat tokoh nasional, meliputi KH. Ahmad Dahlan dengan pendidikan sebagai alat pemberdayaan, Jenderal Soedirman dengan keteguhan prinsip dan Soekarno dengan visi besar tentang persatuan. “Mereka adalah contoh personal branding alami, dikenal karena konsistensi antara kata dan tindakan,” tegas Slamet.
Strategi Membangun Personal Branding Pemimpin
Slamet menekankan bahwa personal branding pemimpin masa depan harus dibangun di atas lima pilar meliputi integritas “Orang percaya pada pemimpin yang transparan, bukan pencitraan kosong”, kemudian visi jelas “Visi adalah kompas yang membedakan pemimpin dengan pengikut,” lalu komunikasi efektif "Kuasai public speaking, menulis, dan mendengar aktif", ditambah empowering others “Pemimpin sejati menciptakan pemimpin baru, bukan pengikut” dan adaptabilitas “hadapi perubahan zaman tanpa kehilangan jati diri.”
Tipe Kepemimpinan yang Merusak Citra Diri
Slamet juga mengingatkan peserta untuk menghindari gaya kepemimpinan yang Otokratis yakni egois dan anti-kritik serta Paternalistik yakni membunuh kreativitas bawahan. “Personal branding anda hancur jika hanya dikenal sebagai ‘bos’, bukan ‘pemimpin’,” ujarnya.
Fidhea Pinarring Gusti yang juga sebagai narasumber akademisi dengan segudang prestasi menjelaskan mengenai Fisika dan Pelestarian Budaya yang membentuk dirinya. “Saya percaya ilmu fisika mengajarkan sistematika, sementara aktivitas sosial mengasah empati. Kombinasi inilah yang membentuk saya hari ini,” ujarnya.
Personal Branding & Identitas Diri
Fidhea membuka sesi dengan pertanyaan reflektif “Apa yang membuatmu unik di antara ribuan orang?” Menurutnya, personal branding dimulai dari pemahaman mendalam tentang diri sendiri. Beberapa poin yang disampaikan oleh Fidhea yakni terkait identitas dirinya dengan latar belakang akademik yang memiliki kemampuan analitis dari dunia sains membantunya merancang strategi pelestarian budaya berbasis data. Kemudian passion multidisiplin, “Jangan batasi diri pada satu bidang, saya fisikawan yang aktif di budaya karena percaya ilmu dan humaniora saling melengkapi”, Lalu bahasa daerah sebagai personal branding “menjadi Duta Bahasa adalah cara saya membangun citra sebagai guardian of culture. Bahasa daerah bukan hanya alat komunikasi, tapi identitas yang membedakan kita di panggung global”, dan terakhir kolaborasi sebagai kekuatan bahwa pengalamannya sebagai interpreter dan student buddy mengajarkan pentingnya jejaring, “Personal branding kuat lahir dari kontribusi nyata dan hubungan yang bermakna.”
Pesan Fidhea untuk Mahasiswa
“Jadilah seperti air yakni fleksibel mengisi ruang, tapi punya kekuatan mengikis batu. Kombinasikan keahlian teknis dengan soft skill, lalu tunjukkan ke dunia!” tutup Fidhea.
Setelah kedua materi, acara dilanjutkan dengan sesi diskusi interaktif. Peserta antusias bertanya tentang tantangan membangun personal branding di era digital hingga strategi memadukan ilmu eksak dengan kepemimpinan. Acara ditutup dengan pembagian hadiah untuk Postingan Terbaik yang diunggah peserta selama forum, menegaskan pentingnya konten kreatif dalam membangun visibilitas. Dalam pidato penutup, Imam Mahesa Sebagai ketua pelaksana menyatakan: “Forum ini adalah bukti bahwa pemimpin cerdas lahir dari proses, bukan instan. Seperti Fidhea yang menggabungkan sains dan budaya, atau Pak Slamet yang konsisten dengan integritas, mari mulai dari hal kecil: bangun personal branding positif, lalu bergerak bersama!”. (Ugy/FM)