Makna Hadis Qudsi tentang Prasangka Baik kepada Allah dan Ketentraman Jiwa
Filsafat Muslim - Dalam salah satu hadis Qudsi yang agung, Rasulullah ﷺ meriwayatkan bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Aku sesuai dengan prasangka hamba-Ku kepada-Ku.” Sebuah kalimat yang sederhana namun sarat makna dan kedalaman spiritual.
Hadis ini mengajarkan prinsip utama dalam kehidupan seorang mukmin: keyakinan dan prasangka baik kepada Allah akan menentukan arah hidupnya. Bila seseorang berprasangka baik, maka kebaikanlah yang akan menyertainya; namun bila ia berprasangka buruk, maka keburukan pula yang akan menimpanya. Artinya, hati yang yakin dan ikhlas akan selalu menemukan kedamaian, bahkan dalam ujian dan kesempitan.
Prasangka baik tidak hanya berlaku ketika seseorang mendapat nikmat, seperti kesehatan, rezeki, atau kebahagiaan. Justru pada saat ditimpa musibah ketika diuji kehilangan, sakit, atau kesulitan prasangka baik menjadi tanda sejati dari keimanan. Seorang mukmin yang yakin berkata, “Mungkin Allah sedang menghapus dosaku, atau sedang meninggikan derajatku.” Dengan keyakinan seperti itu, kesedihan berubah menjadi ladang pahala dan kegelisahan berganti menjadi ketenangan.
Pesan Hadis Qudsi: Rezeki, Ibadah, dan Ketenangan Hati
Dalam hadis Qudsi yang lain, Allah berfirman kepada anak Adam:
“Wahai anak Adam, janganlah engkau takut kepada siapa pun yang berkuasa selama kekuasaan-Ku masih ada, dan ketahuilah kekuasaan-Ku tidak akan pernah punah. Jangan pula engkau takut terhadap sempitnya rezeki, sebab perbendaharaan-Ku penuh dan tidak akan habis selamanya.”
Pesan ini meneguhkan bahwa ketakutan terhadap manusia atau kekurangan dunia tidak pantas menghantui hati orang beriman. Rezeki telah ditetapkan, dan setiap langkah manusia berada dalam pengawasan serta kasih sayang Allah. Oleh karena itu, usaha tetap harus dilakukan, tetapi hati ditambatkan pada tawakal dan ridha.
Allah melanjutkan dalam firman-Nya melalui hadis tersebut:
“Wahai anak Adam, Aku menciptakanmu untuk beribadah, maka janganlah engkau bermain-main. Aku telah menentukan rezekimu, maka janganlah engkau lelah berlebihan mencarinya. Jika engkau ridha dengan pemberian-Ku, Aku akan menenangkan jiwamu dan engkau akan mulia di sisi-Ku. Namun jika engkau tidak ridha, Aku akan membuatmu mengejar dunia seperti hewan buas yang mengejar mangsanya di padang pasir.”
Maknanya sangat dalam. Orang yang ridha dengan ketetapan Allah akan hidup tenang, karena ia meyakini bahwa apa pun yang terjadi adalah kebaikan yang Allah pilihkan untuknya. Sebaliknya, orang yang tidak ridha justru hidup dalam kelelahan mengejar dunia, tanpa pernah benar-benar puas. Dunia dikejar, tetapi kedamaian tak pernah diraih.
Keteguhan Iman dan Keindahan Tawakal
Allah kembali menegaskan:
“Wahai anak Adam, Aku telah menciptakan langit dan bumi tanpa kesulitan. Apakah kamu pikir Aku akan kesulitan mengatur rezekimu? Janganlah engkau meminta rezeki esok hari, sebagaimana Aku tidak menuntut amalmu untuk esok hari.”
Pernyataan ini mengajarkan keseimbangan antara ikhtiar dan tawakal. Seorang mukmin bekerja keras hari ini, namun tidak risau akan esok. Ia melakukan yang terbaik tanpa kehilangan keyakinan bahwa setiap rezeki telah tertulis sejak lama. Tidak ada yang tertukar, tidak ada yang terlewat.
Dan Allah menutup firman-Nya dalam hadis ini dengan kalimat penuh kasih:
“Wahai anak Adam, Aku mencintaimu, maka atas dasar cinta itu cintailah Aku.”
Cinta kepada Allah bermakna mengikuti perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Itulah cinta yang menumbuhkan pengabdian, melahirkan pengorbanan, dan menenangkan hati.
Hikmah Kehidupan dari Para Ulama
Hasan al-Bashri rahimahullah pernah berkata, “Aku bahagia dalam hidupku karena dua hal: aku tahu ajalku sudah ditentukan oleh Tuhanku, maka aku tidak cemas tentang kematian. Dan aku tahu rezekiku sudah ditentukan oleh Tuhanku, maka aku tidak khawatir rezekiku diambil orang lain.”
Ungkapan ini menjadi cermin bagi setiap orang beriman. Bahwa hidup tidak seharusnya dihabiskan dalam kegelisahan, melainkan dalam keikhlasan. Ketika seorang hamba memahami hakikat ini, ia akan tenang dalam kekurangan dan bersyukur dalam kelimpahan.
Penutup: Prasangka Baik, Jalan Menuju Kedamaian
Hadis Qudsi tentang prasangka baik kepada Allah menjadi kunci ketenangan jiwa. Siapa yang bersangka baik, akan menemukan makna dari setiap kejadian. Siapa yang ridha, akan merasakan nikmat dalam setiap takdir. Dunia hanyalah ladang ujian; sementara hati yang yakin akan senantiasa menemukan cahaya dalam setiap langkahnya.
Dengan berprasangka baik, manusia belajar bahwa rahmat Allah melampaui ujian. Bahwa di balik setiap kehilangan, ada pengganti yang lebih baik. Dan di setiap kesulitan, ada ruang bagi keteguhan iman. Itulah jalan menuju kedamaian sejati hidup yang damai, seimbang, dan penuh keyakinan ada kasih sayang Sang Pencipta. (Ugy/FM)
