Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Evaluasi dari Hati Mahasiswa Lampung Seruan Cinta untuk Pemimpin di Hari Sumpah Pemuda Lampung

Foto : Dokumentasi Aksi Aliansi Mahasiswa Lampung Mmemperingati Satu Tahun Pemerintahan Prabowo - Gibran (Ugy/filsafatmuslim.com)

Filsafat Muslim - Sejumlah mahasiswa dari berbagai kampus di Provinsi Lampung menggelar aksi simbolik memperingati satu tahun pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka. Aksi yang berlangsung bertepatan dengan Hari Sumpah Pemuda, Selasa (28/10/2025), digelar di Bundaran Hajimena dengan mengusung tema “Refleksi 1 Tahun Prabowo-Gibran: Ke Mana Arah Negeri Ini?”

Muhammad Dafa Alfitrah, koordinator lapangan aksi, menyebut kegiatan ini bukan sekadar unjuk rasa, melainkan refleksi atas perjalanan satu tahun pemerintahan. Menurutnya, momen Hari Sumpah Pemuda menjadi waktu yang tepat bagi mahasiswa untuk mengingatkan pemerintah agar tetap berpihak kepada rakyat.

“Ini momentum evaluasi kinerja pemerintahan Bapak Prabowo Subianto dan Bapak Gibran Rakabuming Raka. Bertepatan dengan Hari Sumpah Pemuda, kami ingin menyatukan semangat generasi muda untuk terus kritis terhadap arah bangsa,” ujar Dafa.

Sekitar seratus mahasiswa dari berbagai kampus di Bandar Lampung turut ambil bagian, di antaranya Universitas Lampung (Unila), Politeknik Kesehatan Tanjung Karang (Polkestanka), Politeknik Negeri Lampung (Polinela), dan Institut Informatika dan Bisnis (IIB) Darmajaya.

Tuntutan Dari Reforma Agraria hingga Reformasi Kepolisian

Dalam aksi tersebut, mahasiswa membawa sembilan tuntutan utama yang dinilai mendesak untuk diperhatikan pemerintah. Beberapa di antaranya meliputi evaluasi total terhadap program Makan Bergizi Gratis (MBG), menjadikan pendidikan dan kesehatan sebagai prioritas utama, serta percepatan pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset.

Mereka juga menuntut pembebasan aktivis yang masih berstatus tahanan politik, reformasi total terhadap Kepolisian Republik Indonesia, hingga desakan agar Kapolri mundur dari jabatannya. Selain itu, mahasiswa meminta pemerintah memecat menteri yang dianggap problematik dan menggantinya dengan sosok berintegritas.

Sorotan utama aksi juga tertuju pada isu agraria. Mahasiswa mendesak Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) untuk mewujudkan reforma agraria sejati, termasuk mengukur ulang Hak Guna Usaha (HGU) PT Sugar Group Companies (SGC), menyelesaikan konflik lahan di Anak Tuha, serta mengembalikan tanah masyarakat adat di kawasan register 44.

Sorotan terhadap Program MBG dan Konflik Agraria

Dafa menjelaskan, kritik terhadap program MBG bukan berarti penolakan terhadap kebijakan tersebut, melainkan masukan agar implementasinya di lapangan lebih tepat sasaran. “Programnya bagus, tapi pelaksanaannya di daerah masih jauh dari harapan. Banyak sekolah di pelosok belum mendapatkan akses yang sama,” ujarnya.

Ia juga menyinggung konflik agraria yang hingga kini masih membelit masyarakat Lampung. “Masih banyak warga yang tinggal di tanah adat tanpa kepastian hukum. Kasus di Way Kanan, Tulang Bawang, hingga Lampung Tengah menjadi contoh bagaimana persoalan agraria belum terselesaikan,” tambahnya.

Foto : Orasi Aliansi Mahasiswa Lampung (Ugy/filsafatmuslim.com)

Suara Mahasiswa: Dari Polinela hingga Darmajaya

Presiden Mahasiswa Politeknik Negeri Lampung (Polinela), Bagus Eka Saputra, menegaskan bahwa keterlibatan kampusnya merupakan bentuk kepedulian terhadap nasib bangsa. Menurutnya, satu tahun perjalanan pemerintahan Prabowo-Gibran masih diwarnai banyak pekerjaan rumah.

“Banyak program pemerintah yang belum menyentuh akar permasalahan rakyat. Evaluasi ini bentuk kepedulian agar kebijakan ke depan lebih merata dan berpihak kepada masyarakat kecil,” ujarnya.

Bagus menilai isu agraria menjadi salah satu problem krusial yang perlu dikawal bersama. “Reforma agraria belum terealisasi secara konkret. Kasus register 44, konflik petani Anak Tuha, dan sengketa HGU PT SGC masih mandek di lapangan,” katanya.

Meski demikian, ia mengakui suara mahasiswa belum sepenuhnya diabaikan. “Pada aksi Agustus lalu, aliansi BEM Seluruh Indonesia sempat bertemu dengan DPR RI. Artinya, masih ada ruang dialog, tapi kami harus terus menjaga agar suara mahasiswa tidak tenggelam,” tambahnya.

Ketimpangan Pendidikan Masih Tinggi

Presiden BEM IIB Darmajaya, Lingga Syaputra, turut menyoroti persoalan pendidikan yang menurutnya masih jauh dari kata merata. Ia mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS) yang mencatat sekitar 2,9 juta warga Indonesia berusia di atas 10 tahun masih buta huruf.

“Di Lampung sendiri, sekitar dua persen masyarakat belum bisa membaca dan menulis. Ini menunjukkan betapa akses pendidikan masih timpang,” ucap Lingga.

Ia menilai, visi besar menuju Indonesia Emas 2045 akan sulit tercapai jika fondasi utama seperti pendidikan masih rapuh. “Kalau pendidikan saja belum inklusif, bagaimana kita bisa bicara soal masa depan yang berdaya saing global?” katanya.

Lingga juga menyoroti bahwa respons pemerintah terhadap tuntutan mahasiswa kerap hanya bersifat seremonial. “Kami sering diajak dialog, tapi jarang ada tindak lanjut konkret. Suara mahasiswa masih dianggap pelengkap, bukan mitra pengawasan,” tegasnya.

Foto : Aksi Seribu Lilin Aliansi Mahasiswa Lampung (Ugy/filsafatmuslim.com)

Suara dari Kampus Hijau: Pesan Cinta dari Unila

Ketua BEM Universitas Lampung, Ammar Fauzan, menegaskan bahwa evaluasi mahasiswa bukan bentuk perlawanan terhadap pemerintah, melainkan bentuk kasih sayang kepada para pemimpin bangsa. “Kami sampaikan kepada para pemimpin kita bahwa masih ada hal yang perlu dievaluasi. Evaluasi ini bukan bentuk perlawanan, melainkan bentuk kasih sayang kami kepada pemimpin. Kami mengingatkan apabila ada janji-janji mereka yang terlupa, dan kami akan terus mengingatkan agar bisa segera direalisasikan,” ujarnya.

Menurut Ammar, mahasiswa memegang tanggung jawab moral untuk terus menjaga integritas dan arah perjuangan bangsa. “Kritik bukan tanda kebencian, tapi bentuk cinta agar bangsa ini tetap di jalur yang benar,” tambahnya.

Harapan dan Seruan Terbuka

Menutup aksi, para mahasiswa membacakan refleksi bersama dan menyerukan undangan terbuka kepada Presiden Prabowo Subianto untuk berdialog langsung dengan mahasiswa Lampung. Mereka berharap, pemerintah tidak memandang suara mahasiswa sebagai ancaman, melainkan sebagai bagian dari semangat perbaikan bangsa.

“Kami membawa nama Aliansi Mahasiswa Lampung bukan sekadar untuk kepentingan kampus, tapi untuk masyarakat. Kami ingin rakyat ikut peduli dengan isu-isu sosial dan politik yang menyentuh kehidupan sehari-hari,” ujar Dafa dalam pernyataan penutupnya.

Sementara itu, Bagus menegaskan pentingnya konsistensi gerakan mahasiswa. “Perjuangan ini tidak boleh berhenti di jalan. Kami akan terus melakukan pengawasan dan evaluasi terhadap jalannya pemerintahan,” katanya.

Di tengah gegap gempita Hari Sumpah Pemuda, aksi para mahasiswa Lampung menjadi pengingat bahwa semangat kritis dan idealisme kaum muda masih hidup. Seruan mereka bukan sekadar protes, melainkan ajakan tulus untuk terus menjaga arah bangsa agar tetap berpihak pada rakyat. (Ugy/FM)