Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Supron Ridisno: Melampaui Batas, Difabel Netra Raih Disertasi Terbaik UIN Raden Intan Lampung

Foto : Dokumentasi Supron Ridisno Memperoleh Predikat Disertasi Terbaik Di Kampus UIN Raden Intan Lampung 

Filsafat Muslim - Keteguhan hati dan semangat belajar tanpa batas menjadi kisah nyata yang ditunjukkan oleh Supron Ridisno, seorang difabel netra yang berhasil menorehkan prestasi membanggakan. Dalam Wisuda Periode III Tahun 2025 Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Intan Lampung, Supron dinobatkan sebagai peraih Disertasi Terbaik, sebuah pencapaian luar biasa yang menjadi inspirasi bagi banyak orang.

Penghargaan tersebut diumumkan secara resmi oleh Rektor UIN RIL, Prof. Wan Jamaluddin Z, dalam Sidang Senat Terbuka yang digelar di GSG KH Ahmad Hanafiah, Kamis (16/10/2025).

Supron menyelesaikan studinya di Program Doktor Pengembangan Masyarakat Islam (PMI) Pascasarjana UIN Raden Intan Lampung dengan disertasi berjudul Kebijakan Pemerintah Daerah Guna Pemberdayaan Penyandang Disabilitas di Provinsi Lampung.

Membongkar Realitas di Balik Kebijakan

Dalam riset kualitatif deskriptifnya, Supron menelusuri sejauh mana implementasi kebijakan daerah dalam memberdayakan penyandang disabilitas, terutama di bidang pendidikan inklusif dan ketenagakerjaan. Ia menemukan bahwa meskipun regulasi sudah ada, tantangan di lapangan masih besar, mulai dari keterbatasan tenaga pendidik profesional, minimnya akses terhadap media pembelajaran, hingga kurangnya pelatihan kerja bagi difabel.

“Menuntut ilmu itu tidak ada batasnya. Saya ingin mengisi waktu dengan hal-hal yang bermanfaat, salah satunya melalui pendidikan S3,” ungkap Supron saat diwawancarai Tim Humas UIN RIL.

Awalnya, Supron tidak pernah berencana melanjutkan studi hingga jenjang doktoral. Namun, perjalanan hidup membawanya untuk terus menimba ilmu hingga puncak akademik tertinggi. Ia mengaku merasa terpanggil untuk berkontribusi dalam mendorong kebijakan pemerintah daerah agar lebih berpihak pada penyandang disabilitas.

“Kita memiliki Convention on the Rights of Persons with Disabilities (CRPD) dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016. Namun yang terpenting bukan hanya regulasi, melainkan bagaimana pelaksanaannya benar-benar menjawab kebutuhan masyarakat,” tegasnya.

Teknologi, Keluarga, dan Semangat Tak Terbatas

Sebagai guru Pendidikan Agama Islam di SLB Fitrah Insani Bandar Lampung, Supron membuktikan bahwa keterbatasan bukanlah halangan untuk terus berkembang. Ia menuturkan rasa syukurnya atas dukungan para dosen, teman-teman mahasiswa, serta staf kampus yang selalu terbuka dan membantu selama proses studi.

“Saya berterima kasih karena mereka sangat mendukung, meskipun saya memiliki keterbatasan penglihatan,” ujarnya.

Dalam proses penulisan disertasi, Supron memanfaatkan berbagai teknologi bantu seperti program pembaca layar dan buku digital. Berkat itu, ia dapat mengakses literatur ilmiah nasional maupun internasional tanpa hambatan berarti.

“Alhamdulillah, dengan dukungan teknologi itu saya bisa menyelesaikan semua tugas dan akhirnya merampungkan disertasi ini,” tutur Supron dengan penuh syukur.

Didampingi oleh sang istri tercinta, Lia Rozana, Supron menegaskan pentingnya dukungan keluarga dan aksesibilitas di perguruan tinggi bagi mahasiswa disabilitas. Ia berharap agar UIN RIL semakin memperkuat unit layanan khusus difabel sehingga dapat menciptakan lingkungan belajar yang inklusif dan setara.

Inspirasi dari Lampung untuk Indonesia

Kepada sesama penyandang disabilitas, Supron berpesan agar tidak takut untuk bermimpi tinggi.

“Tidak ada batasan untuk menuntut ilmu. Dunia pendidikan kini sudah jauh lebih terbuka. Yang penting kita punya semangat dan kemauan. Keluarga juga harus memberi kesempatan, karena sering kali tantangan terbesar justru datang dari lingkungan sekitar,” ujarnya penuh makna.

Pada kesempatan yang sama, Rektor UIN Raden Intan Lampung juga mengukuhkan 1.587 wisudawan dari berbagai jenjang, yaitu sarjana, magister, dan doktor.

Kisah Supron Ridisno menjadi bukti nyata bahwa keterbatasan bukan alasan untuk menyerah. Dengan tekad, kerja keras, dan dukungan yang tepat, ia membuktikan bahwa pendidikan tinggi bukan hanya milik mereka yang sempurna secara fisik, tetapi bagi siapa pun yang memiliki semangat untuk terus belajar dan berkontribusi bagi kemanusiaan. (Ugy/FM)