Api yang Dinyalakan Dendam: Bagaimana Perang Dunia II Mengubah Wajah Dunia Selamanya
Pagi itu, 1 September 1939, langit Polandia tidak lagi biru. Suara gemuruh pesawat tempur Jerman, kilatan meriam, dan rentetan peluru menghujam kota-kota, merobek ketenangan yang rapuh. Tank-tank Panzer melibas jalanan, sementara barisan infanteri merangsek maju dengan disiplin tanpa cela. Dalam hitungan hari, Polandia jatuh. Inilah awal dari babak paling kelam dalam sejarah manusia: Perang Dunia II.
Selama enam tahun berikutnya, dunia menyaksikan kehancuran dalam skala yang tak terbayangkan. Kota-kota yang baru bangkit dari puing Perang Dunia I kembali menjadi abu, dan peradaban seolah mencapai titik terendahnya. Namun, dari kehancuran inilah lahir sebuah tatanan dunia baru yang membentuk peradaban modern yang kita kenal hari ini.
Akar Pahit dari Perjanjian Versailles
Perang Dunia II tidak bisa dilepaskan dari tragedi sebelumnya. Perang Dunia I (1914-1918), yang seharusnya menjadi "perang untuk mengakhiri semua perang," justru menanam benih konflik yang jauh lebih brutal. Akarnya tertancap kuat dalam Perjanjian Versailles tahun 1919.
Di sebuah ruangan megah, para diplomat berkumpul. Namun, suasana damai itu palsu. Delegasi Jerman duduk dalam keheningan yang terhina, sementara para pemenang—Prancis, Inggris, dan Amerika Serikat—menentukan nasib mereka.
• Prancis, yang tanahnya hancur lebur, menginginkan balas dendam dan berniat melumpuhkan Jerman untuk selamanya.
• Inggris ingin memastikan Jerman tidak lagi menjadi ancaman, namun juga tak ingin menghancurkannya sepenuhnya.
• Amerika Serikat, di bawah Presiden Woodrow Wilson, menawarkan pendekatan damai melalui "14 Poin" yang visioner, termasuk gagasan Liga Bangsa-Bangsa.
Pada akhirnya, suara dendam Prancis yang paling dominan. Pada 28 Juni 1919, Jerman dipaksa menandatangani perjanjian yang berisi 440 pasal hukuman berat. Poin-poin utamanya adalah:
1. Pengakuan Kesalahan: Jerman harus menanggung seluruh tanggung jawab sebagai penyebab perang.
2. Ganti Rugi Perang: Diwajibkan membayar 132 miliar Mark Emas, jumlah yang melumpuhkan ekonomi dan memicu hiperinflasi parah.
3. Demosi Militer: Angkatan bersenjata dibatasi hanya 100.000 tentara, tanpa angkatan udara, tank, dan kapal perang besar.
4. Kehilangan Wilayah: Jerman kehilangan 13% wilayahnya dan 10% populasinya. Prusia Barat diserahkan ke Polandia, memisahkan Jerman dari provinsi Prusia Timur.
Bagi rakyat Jerman, perjanjian ini adalah sebuah penghinaan nasional. Ekonomi mereka hancur. Pada tahun 1923, harga sebongkah roti melonjak dari 4 Mark menjadi 200 miliar Mark. Rakyat harus membawa gerobak penuh uang hanya untuk membeli makanan, bahkan tak sedikit yang membakar tumpukan uang kertas hanya untuk menghangatkan diri. Di tengah keputusasaan inilah, kemarahan dan benih kebencian mulai tumbuh subur.
Lahirnya Sang Diktator dan Kebangkitan Fasisme
Seorang veteran perang muda berkumis kotak, Adolf Hitler, merasakan penghinaan ini hingga ke tulang. Ia tak bisa menerima kekalahan dan penghinaan terhadap negaranya. Pada tahun 1919, ia bergabung dengan Partai Pekerja Jerman, yang kemudian ia ubah menjadi Partai Nazi.
Dengan propaganda yang sangat efektif, Hitler menyebarkan tiga pesan utama: runtuhkan Perjanjian Versailles, salahkan Yahudi dan Komunis atas penderitaan Jerman, dan bangun kembali kejayaan bangsa Arya melalui ekspansi wilayah (Lebensraum).
Setelah gagal melakukan kudeta pada 1923 dan dipenjara, Hitler menulis "Mein Kampf" (Perjuanganku), sebuah manifesto yang merinci visinya. Krisis Depresi Besar tahun 1929 semakin memuluskan jalannya. Ketika partai-partai politik lain gagal, Hitler dan Nazi menawarkan harapan. Pada tahun 1933, ia naik ke tampuk kekuasaan, mengubah Jerman menjadi negara totaliter dengan kekuatan militer yang dibangun secara masif dan rahasia.
Sementara itu, dunia terpolarisasi:
• Italia: Benito Mussolini dengan ideologi Fasisme-nya juga memiliki ambisi imperialis.
• Jepang: Berkembang menjadi kekuatan militer agresif dengan ambisi menguasai Asia-Pasifik.
• Uni Soviet: Di bawah Joseph Stalin, mengadopsi Komunisme totaliter yang juga dicurigai oleh Barat.
Jalan Menuju Kehancuran: Dari Perang Kilat hingga Pertempuran Stalingrad
Hitler mulai melanggar Perjanjian Versailles secara terang-terangan: membangun kembali militer, menduduki Rhineland, mencaplok Austria (1938), dan menuntut wilayah Sudetenland dari Cekoslowakia. Inggris dan Prancis, yang trauma dengan Perang Dunia I, memilih jalan damai dan mengalah dalam Perjanjian Munich, berharap Hitler akan puas.
Harapan itu sia-sia. Setelah menginvasi Polandia, Hitler melancarkan Blitzkrieg (Perang Kilat) ke seluruh Eropa. Denmark, Norwegia, Belanda, dan Belgia jatuh dengan cepat. Puncaknya, pada 22 Juni 1940, Prancis menyerah. Hanya Inggris yang tersisa.
Pertempuran udara terbesar dalam sejarah, Pertempuran Britania, berkecamuk di langit Inggris. Namun berkat teknologi radar dan keberanian pilotnya, Angkatan Udara Kerajaan (RAF) berhasil menahan gempuran Jerman. Ini adalah kekalahan strategis pertama bagi Hitler.
Gagal menguasai Inggris, Hitler mengalihkan perhatiannya ke Uni Soviet. Pada 22 Juni 1941, ia melancarkan Operasi Barbarossa, invasi terbesar dalam sejarah. Awalnya Jerman meraih kemenangan gemilang. Namun, Hitler membuat kesalahan fatal: meremehkan luasnya wilayah Rusia dan brutalnya musim dingin.
Di pinggir Sungai Volga, Pertempuran Stalingrad menjadi titik balik perang. Pasukan Jerman yang terjebak dalam pengepungan brutal akhirnya menyerah pada 2 Februari 1943. Dari 300.000 tentara Jerman, hanya 90.000 yang selamat untuk ditawan. Mitos tak terkalahkannya Jerman telah hancur.
Dunia Terbakar: Keterlibatan Amerika dan Gelombang Perlawanan
Sementara perang berkecamuk di Eropa, Jepang semakin agresif di Pasifik. Pada 7 Desember 1941, mereka melancarkan serangan mendadak ke pangkalan Angkatan Laut AS di Pearl Harbor, Hawaii. Amerika Serikat, sang raksasa yang tertidur, kini terbangun dan menyatakan perang.
Jepang sempat mendominasi, namun Pertempuran Midway pada Juni 1942 mengubah segalanya. Dengan berhasil memecahkan kode komunikasi Jepang, AS menghancurkan empat kapal induk andalan Jepang, sebuah kerugian yang tak tergantikan.
Di Eropa, Sekutu memulai serangan balasan. Mereka merebut Afrika Utara, kemudian mendarat di Italia pada 1943, memaksa negara itu menyerah. Puncaknya adalah 6 Juni 1944, hari yang dikenal sebagai D-Day. Lebih dari 156.000 pasukan Sekutu mendarat di pantai Normandia, Prancis, dalam invasi amfibi terbesar sepanjang masa. Ini adalah awal dari akhir bagi rezim Nazi.
Senja Para Dewa dan Senjata Pamungkas
Pada musim semi 1945, Jerman terkepung dari dua arah. Sekutu dari Barat dan Uni Soviet dari Timur. Di dalam bunkernya di bawah reruntuhan Berlin, Hitler menyadari akhir telah tiba. Pada 30 April 1945, ia bunuh diri. Pada 8 Mei 1945, Jerman menyerah tanpa syarat. Perang di Eropa telah berakhir.
Namun di Pasifik, Jepang menolak menyerah. Pertempuran brutal di Iwo Jima dan Okinawa menunjukkan bahwa invasi ke daratan Jepang akan memakan jutaan korban. Presiden AS Harry Truman dihadapkan pada keputusan mengerikan: menggunakan senjata baru yang mengerikan, bom atom.
• 6 Agustus 1945: Bom atom pertama dijatuhkan di Hiroshima. Sekitar 80.000 orang tewas seketika.
• 9 Agustus 1945: Bom kedua dijatuhkan di Nagasaki, menewaskan 40.000 orang lagi.
Pada 15 Agustus, Kaisar Hirohito mengumumkan penyerahan Jepang. Perang Dunia II secara resmi berakhir.
Warisan Perang: Lahirnya Dunia Baru dan Gelombang Kemerdekaan
Perang Dunia II tidak hanya mengubah peta kekuatan global, tetapi juga mengguncang fondasi kolonialisme. Negara-negara penjajah seperti Inggris, Prancis, dan Belanda melemah drastis. Semangat nasionalisme berkobar di seluruh dunia.
• Indonesia: Kekalahan Jepang menciptakan kekosongan kekuasaan. Soekarno dan Hatta memanfaatkan momen ini untuk memproklamasikan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945. Meskipun harus melalui perjuangan bersenjata melawan Belanda, kemerdekaan Indonesia akhirnya diakui dunia.
• India: Dipimpin oleh Mahatma Gandhi, perjuangan kemerdekaan mencapai puncaknya. Inggris, yang kehabisan sumber daya, memberikan kemerdekaan pada tahun 1947.
• Vietnam & Afrika: Perang juga memicu gerakan kemerdekaan di Indocina melawan Prancis dan di seluruh benua Afrika.
Perang Dunia II adalah tragedi kemanusiaan yang luar biasa. Namun, dari abunya, lahir sebuah kesadaran baru tentang hak asasi manusia, terbentuknya Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), dan gelombang dekolonisasi yang melahirkan puluhan negara merdeka yang kini membentuk dunia modern. (Ugy/FM)